MEDIACAHAYU – Suara lantang dari ruang-ruang akademik swasta akhirnya menggema.
Dalam Rakernas III ABPPTSI 2025 yang digelar di Hotel Pullman, Bandung, Rabu 16 Juli 2025, para penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta (PTS) menegaskan satu hal, mereka tak ingin lagi hanya menjadi penggembira di panggung pendidikan tinggi nasional.
Dengan tema “Perubahan Paradigma dan Transformasi PTS: Melompat untuk Indonesia Emas”, forum ini tak lagi sekadar seremoni.
Rakernas ini adalah panggung tuntutan, bahwa PTS harus mendapat perlakuan setara dengan Perguruan Tinggi Negeri (PTN), baik dari segi kebijakan, pembiayaan, hingga legitimasi publik.
“Sudah saatnya PTS tidak lagi menjadi korban diskriminasi kebijakan,” tegas Ketua ABPPTSI Jabar, Dr. Ricky Agusiady. “Kami bukan sekadar alternatif, kami adalah kekuatan riil dalam mencetak SDM Indonesia.” tegasnya.
Selama ini, kata Ricky, persepsi publik kerap menempatkan PTS sebagai kasta kedua. Padahal kenyataannya, ribuan PTS di Indonesia memikul beban besar membangun sumber daya manusia, justru dalam kondisi yang jauh dari subsidi dan fasilitas negara.
Saatnya PTS Lawan Stigma dan Dominasi Negeri
Ricky juga mengkritik keras dominasi PTN dalam narasi pembangunan pendidikan. “Transformasi digital, otonomi kampus, dan daya saing global seharusnya menjadi medan permainan yang setara. Bukan hanya PTN yang bisa unggul,” ucapnya.
Rakernas ini, katanya, bukan hanya ajang tukar pikiran. Ini adalah perlawanan strategis terhadap diskriminasi sistemik. Lebih dari 500 peserta dari 38 provinsi hadir, bukan untuk sekadar duduk manis, tapi untuk menegaskan bahwa PTS tidak bisa terus-menerus diperlakukan sebagai “pemain cadangan”.
Di forum ini, lima poin krusial dicanangkan: menyamakan visi antar-PTS, menampung masalah riil, memperkuat jejaring lintas kampus, memberikan afirmasi positif melalui role model sukses, dan belajar dari model internasional seperti Korea Selatan.
Ricky tak ragu menyebut bahwa PTS harus menjadi penjaga kedaulatan intelektual bangsa. “PTS adalah benteng terakhir pendidikan rakyat, dan di sinilah integritas akademik diuji tanpa dukungan negara,” katanya tajam.
Pemerintah Daerah Dukung, Tapi Masih Sebatas Retorika?
Asisten Pemerintahan dan Kesra Pemprov Jabar, Asep Sukmana, mengaku bahwa Pemprov tak membeda-bedakan antara PTS dan PTN. “Keduanya mitra strategis,” ujarnya.
Namun pertanyaannya, seberapa jauh dukungan itu terwujud dalam bentuk anggaran, regulasi, dan akses fasilitas?
“Kalau pemerintah benar-benar mengakui PTS sebagai kekuatan strategis, mestinya ada afirmasi nyata. Bukan hanya sambutan hangat saat Rakernas,” ujar seorang peserta Rakernas.
PTS Bukan Lagi Penonton, Tapi Harus Jadi Penggerak
Rakernas III ABPPTSI 2025 menjadi babak baru, kampus swasta bersatu menolak inferioritas. Mereka menuntut pengakuan, kesetaraan, dan ruang untuk melompat, bukan sekadar mengikuti bayang-bayang negeri.
Dan jika pemerintah tidak segera bertindak, yang lahir bukan hanya kesenjangan, tapi ketimpangan sistemik dalam pendidikan tinggi nasional.***