MEDIACAHAYU – Dalam rangka melaksanakan tugas konstitusionalnya, Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dari Provinsi Jawa Barat, Aanya Rina Casmayanti, S.E., melaksanakan kunjungan reses ke Kabupaten Cirebon.
Kunjungan ini menjadi momen penting untuk menyerap aspirasi langsung dari pemerintah daerah dan masyarakat, serta menggali lebih dalam tantangan-tantangan pembangunan yang dihadapi Kabupaten Cirebon.
Disambut oleh Bupati Cirebon H. Imron, bersama jajaran Forkopimda, OPD dan berbagai elemen masyarakat, Aanya menyatakan bahwa ini adalah kunjungan ke-16 dalam rangkaian resesnya di seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat.
“Kegiatan ini bagian dari ikhtiar belanja masalah. Saya bertekad mengunjungi seluruh 27 kabupaten/kota agar bisa mencarikan solusi melalui kebijakan pusat dan sinergi lintas sektor,” ujarnya.
Kegiatan ini menunjukkan semangat keterlibatan langsung wakil daerah dalam mengadvokasi permasalahan riil di lapangan. Tak sekadar menyerap informasi, Aanya juga berupaya menjadi penghubung antara aspirasi daerah dan kebijakan pusat.
Realitas Fiskal dan Ketimpangan Infrastruktur
Dalam pertemuan tersebut, Bupati Cirebon menyampaikan keprihatinan terhadap kondisi fiskal Kabupaten Cirebon. Anggaran infrastruktur di wilayahnya sekitar 135 miliar dan penduduk mencapai 2,4 juta jiwa, kapasitas fiskal daerah sangat terbatas serta Belanja pegawai mencapai 42% dari APBD dengan jumlah ASN dan P3K sebanyak 19.000 orang, yang membebani ruang fiskal untuk pembangunan infrastruktur dan layanan publik lainnya.
Bupati berharap agar DPD RI dapat membantu memperjuangkan alokasi anggaran dari pemerintah pusat, terutama untuk pembangunan jalan, fasilitas pendidikan, dan kesehatan.
“Kami ingin Kabupaten Cirebon bisa kembali maju. Kalau Ibu sempat, mohon bisa jalan-jalan melihat langsung kondisi kami. Jangan lupa cicipi nasi jamblang dan tahu gejrot,” ujarnya, disambut tawa dan tepuk tangan peserta.
Dilema Dunia Pendidikan: Kekurangan Guru dan Minimnya Anggaran
Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Cirebon, Roni Yanto, melaporkan bahwa dunia pendidikan di daerahnya sedang menghadapi krisis tenaga pendidik.
Saat ini, Kabupaten Cirebon kekurangan sekitar 1.700 guru. Situasi ini diperparah oleh ketentuan UU ASN yang melarang pengangkatan tenaga honorer, sementara setiap tahun jumlah guru yang pensiun terus meningkat.
“Kami dalam posisi dilematis. Siswa tetap butuh belajar, tapi kami tidak bisa mengangkat guru honorer baru. Bahkan mencari guru pengganti ASN pun tidak bisa cepat,” katanya. Selain itu, Permendiknas No. 27 Tahun 2025 yang membatasi masa jabatan kepala sekolah maksimal dua periode, turut menyulitkan dalam pengisian posisi kepala sekolah.
Situasi semakin pelik dengan adanya informasi bahwa DAK Pendidikan 2026 tidak mencantumkan anggaran untuk pembangunan atau rehabilitasi sarana pendidikan. “Fiskal kami sangat terbatas, sedangkan kebutuhan sangat besar,” tegasnya.
Masalah Kesehatan: Layanan Terbatas, Lahan Puskesmas Belum Jelas
Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Cirebon menyampaikan kendala dalam pelayanan kesehatan, terutama terkait pemenuhan Standar Pelayanan Minimal (SPM). Dari 60 puskesmas yang ada, hanya tujuh yang berdiri di atas lahan milik Pemda. Sisanya masih di atas tanah desa, yang menghambat pencairan bantuan dari pusat karena tak memenuhi syarat kepemilikan lahan.
“Kami butuh bantuan agar kebijakan pusat bisa lebih fleksibel dalam melihat realitas di daerah,” ujarnya. Sementara itu, penerapan Universal Health Coverage (UHC) juga mengalami benturan. Di satu sisi, rumah sakit wajib melayani semua pasien tanpa jaminan. Namun, layanan BPJS dinilai belum maksimal dan kurang transparan.
Perwakilan DPRD Kabupaten Cirebon menyoroti masalah layanan BPJS yang membebani APBD namun kurang memberikan manfaat maksimal. “Kami keluarkan ratusan miliar, tapi tidak tahu jelas data pengguna. Mungkin lebih baik kita pakai skema Jamkesda,” ujarnya.
Menjawab Tantangan dengan Kolaborasi
Menanggapi berbagai aspirasi tersebut, Aanya menegaskan pentingnya kolaborasi dan sinergi antara pemerintah daerah, pusat, serta lembaga legislatif seperti DPD RI. Ia berkomitmen untuk membawa seluruh masukan ini ke forum pembahasan RAPBN 2026 dan mendorong kementerian terkait untuk memperhatikan kondisi riil di daerah.
“Kami di DPD RI akan terus menyuarakan ketimpangan dana transfer ke daerah. Keadilan fiskal harus menjadi agenda prioritas. Jangan sampai hanya beberapa daerah yang menikmati kemajuan, sementara lainnya tertinggal karena minim dukungan,” tegasnya.
Ia juga mengingatkan pentingnya pemerintah daerah untuk aktif menyusun dokumen perencanaan yang kuat, serta membangun sistem data yang akurat agar bisa bersaing dalam pengajuan DAK maupun program nasional lainnya.
Mengajak Masyarakat Pahami Pentingnya Kemandirian Daerah
Kunjungan ini memberikan pelajaran penting bahwa pembangunan daerah tidak bisa hanya bertumpu pada pusat. Kemandirian fiskal dan penguatan kapasitas birokrasi lokal harus menjadi bagian dari solusi jangka panjang. Masyarakat pun diajak untuk turut serta memahami kompleksitas pembangunan dan ikut mengawal kebijakan yang berpihak pada daerah.
Sebagai penutup, Kepala Kantor DPD RI Perwakilan Jawa Barat, Herman Hermawan, menegaskan bahwa meskipun Jawa Barat sering disebut provinsi kaya, kenyataannya terdapat kesenjangan fiskal yang mencolok antar wilayah. “Ini jadi fokus kami. Kita akan dorong solusi kebijakan yang berpihak pada daerah seperti Cirebon,” ucapnya.
Reses Aanya Rina Casmayanti bukan sekadar kegiatan formal serap aspirasi, tetapi juga jembatan strategis menuju penguatan pemerintahan daerah yang mandiri, efektif, dan responsif. Dari Cirebon, pesan penting ini menggema untuk seluruh Indonesia.***