MEDIACAHAYU – Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi (KDM) bersepakat membentuk Forum Rektor Jabar. Forum ini digadang-gadang menjadi ruang baru bagi perguruan tinggi untuk ikut memberi sumbangsih gagasan dalam menyelesaikan problem pembangunan.
Pertemuan dengan para rektor di Gedung Sate, Selasa (2/9), menjadi titik awal pembentukan forum. “Hari ini kita bertemu dengan para rektor yang intinya ingin mendengarkan pokok pikiran, gagasan, dan orientasi akademik untuk memperbaiki tata kelola pemerintahan,” kata KDM.
Namun, di balik jargon akademik dan gagasan ilmiah, forum ini lahir di tengah situasi politik yang memanas. Gelombang unjuk rasa mahasiswa lima hari terakhir menjadi latar yang tak bisa diabaikan. Kehadiran Forum Rektor Jabar pun ditafsirkan sebagai upaya pemerintah daerah untuk meredakan ketegangan, sekaligus mencari legitimasi moral dari kalangan kampus.
KDM menyebut forum akan menjadi think tank yang memberi masukan pada pemerintah daerah, mulai dari urusan sampah, pengembangan kawasan pendidikan Jatinangor, hingga isu politik. Tetapi, pengakuan bahwa pemerintah akan membuka ruang dialog dengan mahasiswa pada Rabu (3/9) di halaman Gedung Sate memperlihatkan orientasi jangka pendek: meredam gejolak jalanan.
“Gubernur hadir sebagai orang tua. Namanya anak muda, namanya mahasiswa, semangatnya luar biasa,” ujar KDM. Pernyataan yang terkesan merangkul, tapi sekaligus menempatkan mahasiswa dalam posisi inferior, sekadar “anak” yang harus diarahkan.
Pertanyaannya, apakah Forum Rektor Jabar benar-benar akan menjadi ruang kritis akademik? Ataukah sekadar pagar akademis untuk menopang stabilitas politik daerah? Sejarah forum-forum serupa kerap menunjukkan dilema: idealisme akademik sering berbenturan dengan kepentingan birokrasi.***