MEDIACAHAYU — Di tengah gempuran iklan manis dan visual menggemaskan, ada bahaya yang lagi diam-diam ngintip dari balik layar gadget anak-anak susu kental manis alias SKM.
Banyak yang masih nganggep minuman ini sebagai sumber gizi kayak susu, padahal kenyataannya justru bisa bikin anak ketagihan gula dan berisiko alami masalah gizi serius.
Menurut UNICEF Child Nutrition Report 2025, paparan iklan makanan dan minuman tinggi gula makin agresif dan bikin anak-anak makin rentan.
“Regulasi iklan di Indonesia masih lemah, apalagi di dunia digital,” kata Nida Adzilah Auliani, Project Lead Food Policy dari CISDI, dikutip Sabtu (11/10)
Ia bilang, medsos bikin promosi produk gak sehat makin gampang nyasar ke anak-anak.
Yang bikin ngeri, banyak kasus anak-anak yang ternyata minum kental manis sejak bayi bahkan di beberapa kasus bahkan dari umur tiga bulan sebagai pengganti ASI! Padahal, sejak 2018, BPOM udah jelas bilang kalau kental manis bukan minuman bergizi dan dilarang jadi pengganti ASI (lewat Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018).
Tapi, kebiasaan dan persepsi masyarakat masih susah diubah. “Iklan-iklan itu terlalu canggih dan menyesatkan. Anak-anak gak punya kapasitas buat bedain mana hiburan, mana promosi,” tambah Rahmi Ayunda, peneliti dari Universitas Internasional Batam (UIB).
Rahmi juga ngasih fakta mengejutkan, 9,2% dari 221 juta pengguna internet di Indonesia adalah anak-anak di bawah 12 tahun! Dengan konten digital yang makin licin menyamarkan promosi lewat game, tantangan lucu, atau karakter favorit, anak-anak pun gampang banget kena jebakan marketing manis tapi berbahaya.
Baik Nida maupun Rahmi sama-sama sepakat: udah saatnya pemerintah bikin aturan yang tegas. Gak cuma soal label gizi, tapi juga pengawasan ketat buat semua bentuk promosi, terutama di dunia digital yang makin liar.
“Label depan kemasan, pembatasan iklan, dan lingkungan pangan sehat di sekolah harus jadi prioritas,” tegas Nida.
Karena di balik tampilan manis, ada ancaman serius buat generasi masa depan. Dan kalau aturan masih longgar, bisa-bisa anak-anak Indonesia tumbuh bukan karena susu, tapi karena sugar rush.***