MEDIACAHAYU – Langit Istanbul tampak cerah pagi itu, ketika rombongan delegasi PT Dirgantara Indonesia (PTDI) memasuki area pameran International Defence Industry Fair (IDEF) 2025.
Di antara ratusan stan megah dari negara-negara besar industri pertahanan, bendera Merah Putih berdampingan dengan papan nama DEFEND ID dan PTDI—menandai kehadiran Indonesia dalam kompetisi teknologi alutsista dunia yang makin kompleks.
Namun PTDI datang bukan sekadar memamerkan pesawat. Perusahaan asal Bandung ini membawa misi besar, memperkuat posisi Indonesia sebagai pemain strategis dalam rantai pasok industri pertahanan global. Sejak awal, fokus mereka jelas ekspansi pasar ke Afrika dan Timur Tengah, peningkatan kapabilitas layanan purna jual, dan penguatan kemitraan strategis dengan Turki.
“Ini bukan sekadar transaksi bisnis. Ini investasi jangka panjang dalam hubungan strategis,” kata Direktur Utama PTDI, Gita Amperiawan, dikutip Sabtu (26/7/2025)
Menjual Teknologi, Menjual Kemandirian
Turki bukan wilayah asing bagi PTDI. Sejak 2003 hingga 2015, mereka telah sukses mengonversi sembilan unit pesawat CN235 untuk kebutuhan Angkatan Laut dan Penjaga Pantai Turki.
Pengalaman itu kini menjadi modal diplomasi teknologis yang diperluas. Di IDEF 2025, PTDI menjalin dan memperbarui kerja sama dengan nama-nama besar pertahanan Turki seperti Havelsan, Aselsan, dan Turkish Aerospace.
Havelsan, yang dikenal sebagai pemimpin teknologi simulasi dan sistem tempur digital, sepakat bekerja sama dalam program pesawat patroli maritim MPA dan MSA.
Kerja sama ini juga menyentuh pengembangan simulator CN235-220 dan bahkan membuka peluang keterlibatan PTDI dalam proyek pesawat Airborne Early Warning and Control (AEW&C).
Di sisi lain, Aselsan, raksasa pertahanan elektronik ini dilibatkan dalam sustainability program untuk memperpanjang umur pesawat CN235.
Sementara dengan Turkish Aerospace, PTDI menandatangani kerangka kerja besar pengembangan komponen jet tempur generasi baru yang mencakup transfer teknologi, produksi bersama, dan alih kemampuan rekayasa.
Pangsa Pasar Baru dari Timur Tengah hingga Afrika
Tak bisa dipungkiri, pasar Asia Tenggara mulai jenuh untuk jenis pesawat turboprop ringan. Fokus PTDI kini mengarah ke Afrika dan Timur Tengah, di mana ratusan pesawat tua segera harus diganti hingga tahun 2030.
Produk seperti CN235 dan N219, yang efisien dan modular, disiapkan untuk menjawab peluang tersebut. Tapi PTDI tidak ingin menjadi sekadar pabrik.
Mereka ingin hadir sebagai mitra strategis: menyediakan pesawat, merawatnya, dan membangun rantai nilai industri bersama negara pengguna.
Peluang layanan purna jual kini menjadi pilar penting. Lebih dari 40 unit pesawat di kawasan target memerlukan Maintenance, Repair & Overhaul (MRO) dalam lima tahun ke depan.
PTDI menyiapkan layanan terpadu mulai dari logistik hingga perawatan tingkat tinggi. Semua diarahkan pada satu tujuan: ketergantungan jangka panjang pada kemampuan Indonesia.
“Pasar tidak lagi membeli produk saja. Mereka membeli komitmen, integritas, dan kapabilitas teknologi,” ujar Gita.
Geopolitik dan Diplomasi Lewat Jalur Industri
Kehadiran Indonesia di IDEF 2025 bukan hanya persoalan bisnis. Di tengah ketegangan geopolitik global, diplomasi pertahanan menjadi instrumen penting dalam membangun kepercayaan. Bagi Indonesia, Turki adalah pintu strategis ke Eropa Timur, Afrika Utara, dan Timur Tengah.
Turki sendiri dikenal agresif dalam membangun industri pertahanannya—kombinasi antara riset, investasi publik, dan jaringan mitra global.
Indonesia, yang masih dalam tahap membangun ekosistem industri pertahanan modern, melihat peluang besar dalam sinergi teknologi dan pasar.
Di sisi lain, kolaborasi ini juga menunjukkan arah baru hubungan bilateral Indonesia-Turki. Keduanya sama-sama menempatkan kemandirian pertahanan sebagai prioritas nasional. Keduanya juga sama-sama menghadapi tekanan global dalam dinamika kawasan yang fluktuatif.
Maka ketika pesawat buatan PTDI dipadukan dengan sistem elektronik dari Aselsan dan simulator dari Havelsan, dunia melihat bentuk baru solidaritas teknologi global dari negara-negara berkembang.
Membangun Masa Depan, Satu Komponen dalam Jet Tempur
Mungkin jalan masih panjang. Tapi PTDI sudah mengambil langkah penting. Dengan menandatangani perjanjian pengembangan komponen jet tempur bersama Turkish Aerospace, Indonesia masuk ke babak baru sejarahnya—bukan lagi sekadar pengguna, tapi perancang dan pembuat.
Framework Agreement yang ditandatangani di Istanbul itu menjadi tiket menuju teknologi jet tempur generasi terbaru, yang suatu hari nanti bisa diproduksi bersama, dikembangkan bersama, dan bahkan diekspor bersama.
IDEF 2025 bukan hanya tentang pameran. Bagi PTDI dan Indonesia, ini adalah panggung diplomasi, pertaruhan kepercayaan, dan upaya panjang menempatkan bangsa ini dalam peta industri pertahanan global yang selama ini dikuasai negara-negara besar.***