MEDIACAHAYU – Di tengah hiruk-pikuk politik dan gejolak global, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tampil tidak sebagai mantan Presiden atau pensiunan jenderal, melainkan sebagai seniman yang menyuarakan kegelisahan melalui warna dan bentuk.
Lewat lukisan bertajuk “Kontras”, SBY berbicara—bukan dengan pidato, melainkan melalui simbol dan imajinasi.
Diluncurkan bersamaan dengan video musik bertema lingkungan “Save Our World” di Jakarta, Selasa lalu, lukisan “Kontras” menyampaikan dua sisi dunia yang saling bertolak belakang: perang dan perdamaian dengan alam.
Dua bagian itu ia beri judul “Stop War” dan “Peace with Nature”. “Sebagai seorang yang pernah 30 tahun menjadi tentara, saya tahu betapa mahalnya perdamaian,” ucapnya lirih. “Kalau bisa damai, mengapa harus perang?” kata SBY dikutip Rabu (2/7/2025)
Pada sisi kiri lukisan, SBY menggambarkan horor peperangan dengan simbol senjata, reruntuhan, dan wajah-wajah manusia yang hancur oleh konflik.
Ini bukan sekadar pernyataan estetika, melainkan refleksi dari dunia yang terus diguncang krisis kemanusiaan. Sisi ini merupakan cermin dari luka global yang belum juga sembuh.
Sebaliknya, sisi kanan lukisan adalah taman kehidupan: hutan hijau, air jernih, dan langit cerah yang merepresentasikan bumi dalam damai. Bagi SBY, alam bukan hanya lanskap, tetapi bagian dari jiwa manusia yang kerap dilupakan.
“Ini soal pilihan,” tegasnya. “Apakah kita ingin hidup dalam dunia penuh perang dan kekerasan, atau dalam dunia yang damai dan layak diwariskan pada anak-anak kita?” katanya.
Lukisan itu menjadi seruan moral. Dari seorang jenderal yang pernah menandatangani kebijakan strategis negara, kini ia memilih menyuarakan kepeduliannya dengan kuas dan kanvas.
Di balik gelar dan pangkat, SBY menunjukkan bahwa pesan perdamaian bisa datang dari siapa saja, dan bahwa seni masih menjadi bahasa paling universal untuk mengingatkan dunia: bahwa kita punya pilihan.***