MEDIACAHAYU — Di tengah pagi yang mulai sibuk di Stasiun Cirebonprujakan, tak lagi terdengar seruan petugas memeriksa tiket. Tak ada lagi lambaian tangan menyodorkan kertas atau KTP.
Penumpang cukup berjalan melewati sebuah gate pemindai wajah. Pintu terbuka otomatis, perjalanan pun dimulai.
Inilah wajah baru pelayanan publik di sektor perkeretaapian. PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daerah Operasi 3 Cirebon memperluas penggunaan Face Recognition Boarding Gate atau pintu naik berbasis pengenalan wajah.
Setelah sukses di Stasiun Cirebonkejaksan, sistem ini kini hadir di Cirebonprujakan, menghadirkan pengalaman baru yang dinilai lebih cepat, praktis, dan ramah lingkungan.
“Kami ingin memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi para pelanggan. Cukup dengan wajah, penumpang tak perlu menunjukkan tiket fisik maupun kartu identitas,” ujar Muhibbuddin, Manajer Humas Daop 3 Cirebon, saat peluncuran teknologi ini, Rabu (2/7/2025).
Praktis, Inklusif, dan Ramah Lingkungan
Bagi banyak penumpang, sistem baru ini merupakan terobosan. Tak hanya menghilangkan proses antre panjang, tetapi juga memperkenalkan standar baru dalam efisiensi layanan.
Namun lebih dari itu, fasilitas ini juga memperhatikan inklusivitas.
Pintu otomatis yang digunakan dalam sistem ini telah dirancang khusus agar dapat digunakan oleh penyandang disabilitas yang memakai kursi roda. Lebarnya disesuaikan, dan sensor mengenali wajah dengan posisi duduk.
Tak hanya menyasar efisiensi dan kenyamanan, penerapan teknologi ini juga menyentuh isu keberlanjutan. Dengan berkurangnya kebutuhan tiket kertas, KAI mencatat adanya pengurangan signifikan penggunaan kertas sejak sistem ini diterapkan pertama kali pada Mei 2023.
“Sejak itu hingga Juni 2025, sistem ini telah digunakan sebanyak 549.069 kali, menghemat sekitar 1.305 rol kertas tiket,” kata Muhib. “Ini berarti pula pengurangan limbah dan emisi dari produksi serta distribusi tiket fisik.”
Menjembatani Inovasi dan Partisipasi
Namun teknologi tetap memerlukan adaptasi. Tak semua pelanggan kereta siap dengan perubahan ini, apalagi mereka yang belum akrab dengan ponsel pintar atau akses digital.
Oleh karena itu, KAI membuka dua jalur registrasi untuk layanan pengenalan wajah: secara luring di dua stasiun Cirebon dan daring melalui aplikasi Access by KAI.
Pendaftaran online membutuhkan verifikasi data dan swafoto (selfie) sesuai instruksi. Sampai pertengahan 2025, lebih dari 61.000 pelanggan telah terdaftar, menunjukkan tren adopsi yang meningkat.
Langkah ini menunjukkan bagaimana inovasi bisa dijalankan dengan mempertimbangkan partisipasi publik secara luas. Bagi sebagian orang, melewati gerbang tanpa interaksi dengan petugas mungkin terasa asing.
Namun seiring waktu, pola baru ini dapat menjadi kebiasaan baru.
Menuju Perjalanan yang Sepenuhnya Digital
Modernisasi layanan perkeretaapian di Indonesia bukan sekadar soal teknologi. Ia adalah refleksi dari perubahan nilai dalam pelayanan publik: kecepatan, kenyamanan, aksesibilitas, dan keberlanjutan.
Di tengah upaya transformasi digital berbagai sektor, langkah KAI menjadi salah satu contoh bagaimana modernisasi bisa menyentuh hal-hal sederhana, seperti naik kereta, tetapi berdampak besar pada ekosistem layanan.
Masa depan perjalanan tampaknya akan semakin digital. Dan bagi masyarakat Cirebon dan sekitarnya, masa depan itu kini dimulai dari stasiun mereka sendiri, cukup dengan satu pandangan wajah.***